Senin, 09 Agustus 2010

Lezatnya Ramadhan


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya keimanan, orang yang merasa ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu'anhu)

Bulan Ramadhan adalah musim kebaikan, tatkala pintu-pintu surga dibuka dan semua pintu neraka ditutup. Di bulan ini Allah mewajibkan shaum atau shiyam Ramadhan. Sebuah ibadah yang sangat dicintai oleh Allah ta'ala. Dengan menjalani puasa selama sebulan ini seorang hamba dididik untuk mengendalikan dirinya, meninggalkan hal-hal yang disukai oleh nafsunya demi menggapai kecintaan dan keridhaan Rabbnya. Sebuah bentuk ibadah yang mencakup tiga sisi kesabaran; sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menerima takdir yang terasa menyakitkan. Dengan menahan lapar dan dahaga, semenjak terbit fajar di pagi buta hingga terbenamnya matahari di kala senja.

Dengan berpuasa Ramadhan, maka seorang hamba berupaya menegakkan agamanya, melengkapi keimanannya, menggapai ampunan dan pahala dari Tuhannya, dan menempa diri untuk menjadi pribadi yang bertakwa; pribadi yang patuh kepada Rabbnya. Disamping itu, ternyata pada bulan Ramadhan masih terdapat ibadah-ibadah lainnya yang tidak khusus diperintahkan pada bulan ini saja, namun ia bersifat umum -di bulan apa pun- selama seorang hamba masih diberi usia dan mampu untuk menjalankannya.

Berpuasa, berarti menunaikan tugas hidup kita
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Puasa adalah ibadah yang kita diperintahkan untuk menunaikannya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 183)

Puasa, ibadah yang sangat dicintai-Nya
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang wajib ditunaikan, sedangkan ibadah yang wajib lebih dicintai daripada ibadah sunnah, apalagi puasa Ramadhan merupakan rukun Islam. Allah ta'ala berfirman dalam hadits qudsi, “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu ibadah yang lebih Aku cintai daripada ibadah yang Aku wajibkan kepadanya...” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima pilar; syahadat bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma)

Puasa, sebuah ketetapan yang harus diterima
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang yang beriman lelaki atau perempuan, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas ada bagi mereka alternatif yang lainnya. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).

Puasa, dapat menggugurkan dosa
Manusia bergelimang dengan salah dan dosa, maka berkat rahmat dari-Nya Allah menjadikan ibadah yang agung ini sebagai salah satu sebab penghapusan dosa, namun hal ini khusus diberikan kepada hamba-Nya yang ikhlas dan mengikuti tuntunan dalam menjalankannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena dorongan iman dan mencari pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu, jum'at yang satu menuju jum'at yang lain, Ramadhan yang satu menuju Ramadhan yang lain, merupakan penghapus dosa yang terjadi di antaranya, selama perbuatan dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu)

Puasa, bukan sekedar menahan lapar dan dahaga
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Puasa itu bukan sekedar menahan dari makan dan minum, akan tetapi puasa yang sebenarnya ialah dengan menahan diri dari kesia-siaan dan perbuatan kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim, sanadnya sahih dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhhu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun yang didapatkannya hanyalah lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, al-Baihaqi, sanadnya sahih dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mengenai ihsan, “Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, apabila kamu tidak sanggup -beribadah seolah-olah- melihat-Nya maka sesungguhnya Dia maha melihat dirimu.” (HR. Muslim dari Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu)

Harus ikhlas dan sesuai tuntunan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seluruh amalan dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, niscaya hijrahnya akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Namun, barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, niscaya hijrahnya hanya akan memperoleh apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membuat-buat dalam urusan agama kami ini sesuatu yang bukan bagian darinya, niscaya hal itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu'anha)

Berpuasa dan berhari raya dengan patokan hilal
Hilal adalah bulan sabit kecil yang tampak di awal bulan hijriyah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasalah karena melihatnya -hilal- dan berhari rayalah karena melihatnya. Apabila ia -hilal Ramadhan- tertutup mendung maka genapkanlah bulan -sebelumnya, yaitu Sya'ban- menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu). Apabila hilal sudah tampak dengan persaksian minimal satu orang kemudian diterima dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang di suatu negara, maka saat itulah kaum muslimin memulai puasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Puasa ialah tatkala kalian bersama-sama puasa, demikian juga hari raya ialah ketika kalian bersama-sama berhari raya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, sahih). Adapun untuk penetapan hari raya dibutuhkan minimal dua saksi.

Tidak berpuasa di hari yang diragukan
Hari yang diragukan adalah tanggal tiga puluh bulan Sya'ban, dan terkadang ketika itu sudah tersebar berita tampaknya hilal di sebagian tempat namun belum ditetapkan oleh pihak yang berwenang bahwa hari tersebut adalah awal puasa. Maka berpuasa pada hari itu adalah terlarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan itu maka dia telah durhaka kepada Abul Qasim -yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam-.” (HR. As-habus Sunan dengan sanad sahih dan Bukhari secara mu'allaq dari 'Ammar bin Yasir radhiyallahu'anhuma).

Selengkapnya silahkan buka:
http://abumushlih.com/kelezatan-ubudiyah-di-bulan-penuh-berkah.html/

Abu Mushlih Ari Wahyudi